Jembatan ini di jadikan Penghubung antara Kota Purworejo dengan Desaku yaitu Cangkrep Lor.....,dan menjadi jalan tembus ke Yogyakarta.
Diberi nama Jembatan Bogowanto karena di bawahnya mengalir Sungai Bogowonto. Pada zaman kerajaan Mataram Kuno sepanjang sungai ini merupakan tempat para begawan bermeditasi / bertapa.
Sungai ini disebut juga dengan nama sungai Watukura karena sungai ini terletak dalam wilayah kekuasaan Rakai Watukura Dyah Balitung (raja Medang saat kerajaan ini masih berpusat di Bhumi Mataram). Rakai Watukura Dyah Balitung dalam sejarah diriwayatkan berasal dari daerah Watukura yang saat ini terletak di Kecamatan Purwodadi.
Sungai ini disebut juga dengan nama sungai Watukura karena sungai ini terletak dalam wilayah kekuasaan Rakai Watukura Dyah Balitung (raja Medang saat kerajaan ini masih berpusat di Bhumi Mataram). Rakai Watukura Dyah Balitung dalam sejarah diriwayatkan berasal dari daerah Watukura yang saat ini terletak di Kecamatan Purwodadi.
Dan Sungai ini merupakan bagian tak terpisahkan dari babad/riwayat Tanah Bagelen.
Menurut kitab sejarah dinasti Tang Kuno (618-906), di pulau jawa terkenal sebuah kerajaan bernama “Ho-Ling” yang terletak di sebuah pulau di laut selatan. Kotanya dikelilingi pagar kayu, rajanya berdiam di istana tingkat, beratap daun-daun palma. Raja duduk diatas singgasana dari gading. Penduduknya pandai menulis dan mengenal ilmu falak. Kalau makan duduk dan menggunankan tangan tanpa alat apapun, minuman kerasnya tuak. Di pegunungan ada daerah bernama “ Lang- pi –ya” tempat raja selalu pergi untuk melihat laut. Diungkapkan pula bahwa tahun 640 M kerajaan jawa mengirimkan utusan ke Tiongkok, demikian juga pada tahun 6576 M. Dalam menafsir berita yang ditulis dari dinasti Tang tentang kerajaan “Ho-Ling” disebutkan raja hidup dalam kota Cho- p’o yang dikelilingi 28 kerajaan-kerajaan kecil yang semuanya mengakui kewibawaannya. Menurut kronik tersebut raja dibantu 32 orang pegawai tinggi. Wilayah kerajaan Sanjaya tersebut berbentuk segitiga tempat yang sekarang dikenal dengan nama “Ledok” merupakan pojok paling utara dari Bagelen. Bassisnya pantai selatan, puncaknya gunung Prahu (dieng) dan sungai utamanya Bagawanta.
Menurut Van der Meulen, kerajaan yang dinamakan dengan Holing dalam kronik Tiongkok tersebut sebenarnya adalah Halin singkatan dari “Bhagahalin” (Bagelen) yang berarti kerajaan yang berlokasi di lembah sungai Bagawanta.
Gagasan Van der Meulen SJ tentang Bagelen yang disamakan dengan Holing dalam kronik Tiongkok secara historical geografis dipandang cukup logis oleh N. Daljoeni.
Beberapa waktu lalu, sekitar bulan Juni. Jembatan ini juga mengalami bencana tanah longsor. Tetapi tidak pada jembatannya, melainkan pada ujung jembatan sebelah barat, tepi jalan. Menurut warga sekitar, longsor terjadi karena faktor tanah dan tempat resapan air yang kurang. Setelah hujan deras biasanya jalanan akan dipenuhi oleh air dan kerikil. Sehingga bagian utara jalan yang telah rapuh akan mudah terkena longsor. Hal ini mengakibatakan hampir separuh jalan menjadi rusak dan sulit untuk dilalui. Untuk menangani kemacetan para warga sekitar saling membantu mengatur lalulintas Sistem buka tutup jalan pun diterapkan.
Saat ini jalan raya yang rusak karena longsor itu telah diperbaiki. Berkat bantuan dari pemerintah, dan juga semangat gotong royong warga sekitar, kerusakan dapat diperbaiki dengan cepat.
Bupati Purworejo yang berkunjung ke tempat kejadian
Beruntung, hal ini tidak terjadi pada jembatannya secara langsung. Jika ini terjadi, bisa-bisa kehidupan masyarakat desa sebelah timur jembatan bisa kacau. Pasalnya, jembatan ini merupakan penghubung utama antara desa-desa "wetan kali" dengan pusat kota Purworejo.
Nahh, demikian informasi singkat tentang Jembatan Liwung Bogowonto.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar