Translate

Selasa, 08 Oktober 2013

Patung WR. Soepratman

Di postingan sebelumnya sudah dibahas tentang Jembatan Liwung Bogowonto. Nach, kali ini saya akan membahas sebuah lokasi, yang tidak jauh dari Jembatan Liwung, Patung WR. Soepratman.

Patung WR. Soepratman berada ditengah perempatan Pantok, Baledono. Patung ini sebagai monumen untuk mengenang pahlawan nasional asal Purworejo, WR. Soepratman, sang pencipta lagu Indonesia Raya. Di samping itu juga berfungsi sebagai pengatur lalu lintas, sebab posisi patung ini berada di tengah permpatan jalan, dan untuk melaluinya harus berputar searah jarum jam. Jadi dengan patung ini jalan perempatan menjadi tidak kacau.




Wage Rudolf Supratman atau lebih dikenal dengan nama WR. Soepratman lahir di kabupaten Purworejo, tepatnya di desa Somongari, Kecamatan Kaligesing. Beliau lahir pada tanggal 19 Maret 1903, hari Kamis Wage.

Desa Somangari terletak 12 Km sebelah tenggara kota Purworejo. Lokasinya berada di pinggang gunung, sehingga jalan raya menuju desa itu berkelak-kelok dan turun naik di antara jurang-jurang nan dalam. Sebelum tahun 1970 masuk desa tersebut harus dengan jalan kaki, karena kendaraan umum hanya sampai Desa Kemanukan, 5 Km sebelah barat Somangari. Dan siapa menduga, desa yang sepi “adoh ratu cedhak watu” tersebut 108 tahun lalu telah mengukir sejarah indah. Almarhum WR Soepratman yang menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya di tahun 1924, lahir di desa tersebut pada hari Kemis Wage, 19 Maret 1903.

Desa Somangari kini sudah lumayan rame, menikmati listrik sejak tahun 1985-an. Penduduknya yang berjumlah sekitar 3.000 jiwa (800 KK) itu bekerja sebagai petani, mengurus kebon manggis, duren, dan langsep. Saban musim panen tiba, buah-buahan Somangari dipasarkan ke Pasar Baledana, Purworejo, juga termasuk sejumlah kota semisal Semarang, Purwokerto, Surabaya dan Jakarta. Angkutan umum kini sampai di depan kantor Lurah.
Dukuh Trembelang tempat petilasan WR Supratman kini juga sudah bisa dilewati mobil, jalannya telah beraspal. Namun untuk menuju ke monumen rumah kelahirannya, mobil hanya bisa parkir depan gapura. Selanjutnya harus ditempuh dengan jalan kaki, lantaran jalanan menanjak dan berkelok-kelok sepanjang 500 meter. Namun demikian kondisi ini sudah jauh lebih baik, karena di masa kecil WR Soepratman, Mbok Senen ibunya manakala hendak ke Purworejo harus jalan kaki sejauh 12 km.
Rumah tempat kelahiran WR Soepratman di dukuh Trembelang, saat dalam pemugaran di tahun 2007.

Tempat petilasan alm WR Soepratman saat dilahirkan tahun 1903, hingga kini masih bisa dijumpai. Pada era Bupati Purworejo H. Kelik Sumrahadi, S.Sos, rumah tersebut dipugar, dijadikan monument dengan biaya Rp 400 juta. Subagio (44), Kades/Lurah Somangari menjelaskan, khusus rumah petilasan alm WR Soepratman menelan biaya Rp 71 juta, tembok tebing gunung (talud) Rp 60 juta, gapura lan jalan bertrap-trap menuju monument Rp 46 juta, jalan aspal Rp 212 juta. Total jendral menghabiskan dana sekitar Rp 400 juta.

Meski rumah lama dibongkar, tetapi penggantinya dibuat sama, baik bentuk maupun ukurannya. Genting tetap model plentong, sedangkan dinding anyaman bambu (dabag) diganti dengan gebyok berkeliling. Bahkan dua buah tiang lama juga dipasang lagi pada bangunan monumen tersebut. Posisi rumah juga tetap menghadap ke selatan.

Monument kelahiran WR Soepratman sejatinya telah dirancang sejak taun 1985-an. Tapi lantaran tempat kelahiran itu masih menjadi polemik, di Jatinegara (Jakarta) ataukah Somangari (Purworejo), rancangan ditunda dulu. Setelah Pengadilan Negeri Purworejo menetapkan lewat keputusan No. 04/Pdt.P/ 2087/PN PWR, tanggal 29 Maret 2007 bahwa WR Soepratman lahir di Desa Somangari, baru monument mulai dibangun oleh Pemda Purworejo sejak September 2007.
Darto Untung di depan kuburan ari-ari almarhum WR Soepratman.


Replika rumah WR. Soepratman



Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, beliau selalu diburu oleh polisi Hindia Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir "Matahari Terbit" pada awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM jalan Embong Malang - Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit.

Demikianlah, kisah singkat yang saya dapatkan. Sebenarnya kisah tentang WR. Soepratman sangatlah banyak dan panjang. Kisahnya penuh dengan perjuangan. Beliau adalah pahlawan dari kota kita tercinta, Purworejo. Tanpa beliau tak ada Indonesia Raya. Beliau, sebagai tauladan nasionalis. Yang pantas menjadi panutan.

Tidak ada komentar: